February 24, 2013

Cinderella dan Empat Kesatria #1 by Baek Myo


Judul: Cinderella dan Empat Kesatria #1
Penulis: Baek Myo
Penerjemah: Tang Jong Rye & Kukuh Adirizky
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (November 2012)
Tebal: 264 hlm

***

Eun Ha Won benar-benar seperti Cinderella.

Sungguh tak disangka, kakek yang ditolong Ha Won di jalan ternyata Direktur Kang—pengusaha Korea yang sangat kaya. Dan dia bersedia membantu mewujudkan keinginan Ha Won: keluar dari rumah yang ditinggalinya bersama sang ibu tiri. Ha Won pun kemudian tinggal di rumah mewah bersama tiga cucu tampan sang direktur dan pengawal pribadi yang keren.

Tapi menjadi kaya tak berarti kehidupan Ha Won menjadi mulus. Banyak yang iri padanya karena kedekatannya dengan kakak-beradik keluarga Kang. Ditambah lagi entah kenapa Kang Ji Woon—sang cucu ketiga—membencinya sejak pertemuan pertama. Kapankah ia mendapatkan ketenangan yang diinginkannya?

***

Satu hal yang saya amati khas dari novel-novel terjemahan Korea dengan genre sama seperti karya Baek Myo ini adalah: Jalan ceritanya yang persis drama Korea yang sering wara-wiri di televisi.

Eun Ha Won awal mulanya hanyalah seorang gadis SMA berumur 17 tahun yang bersekolah di sekolah biasa, tinggal bersama Ayah yang tidak menyayanginya dan Ibu serta Kakak tiri yang jahat. Ibu kandung Ha Won meninggal saat Ha Won berumur 12 tahun, dan sejak itu hidup Ha Won tidak pernah menyenangkan karena kehadiran dua anggota keluarga barunya. Wajar bila keinginan terbesar Ha Won adalah untuk keluar dari rumah dan tinggal di tempat lain.

Dengan mudahnya, keinginan itu menjadi nyata setelah pada suatu siang hari biasa Ha Won bertemu dan menolong seorang Kakek yang tiba-tiba terjatuh saat menyebrang jalan. Saat sadar, Kakek itu berterima kasih dan menanyakan Ha Won perihal keinginan terbesarnya. Ha Won pun menjawab. Ia tidak menyadari bahwa Kakek itu adalah Direktur Kang, seorang pemilik Sky House dan pemimpin dari Grup Gamseong yang diceritakan sangat berpengaruh di Korea. Group Gamseong memiliki mal, yayasan sekolah, bahkan universitas yang terkenal di Korea. Kakak tiri Ha Won sendiri, Choi Yu Na, bersekolah di SMA Gamseong, yang bayarannya sangat mahal dan membuat Ayah Ha Won harus memeras keringat serta berutang demi menyekolahkan Yu Na disana. Direktur Kang ini kemudian menyuruh pengawal pribadinya, Yoon Seong, untuk menjemput dan membawa Ha Won tinggal di Sky House serta bersekolah di SMA Gamseong.

Di satu sisi, Direktur Kang juga mempunyai tiga cucu laki-laki yang berasal dari orangtua berbeda. Mereka adalah Kang Hyeon Min, Kang Seo Woo, dan Kang Ji Woon. Pertemuan Ha Won dengan ketiga pangeran tampan yang kaya ini tidak bermula di Sky House, melainkan sejak sebelum Ha Won tinggal di rumah itu. Hyeon Min pernah meminta Ha Won untuk berpura-pura menjadi pacarnya semalam saja, demi menghindari seorang gadis yang selama ini selalu mengejar-ngejar Hyeon Min dan membuatnya gerah. Saat mengikuti Hyeon Min masuk ke dalam sebuah klub, ternyata disana juga ada Ji Woon. Entah kenapa Ji Woon langsung menunjukkan perangai tak bersahabat pada Ha Won. Ternyata karena cucu termuda keluarga Kang itu menyukai Yeong Hyeon, gadis yang mengejar-ngejar Hyeon Min. Sementara dengan Seo Woo, Ha Won pertama kali bertemu dengannya saat menolong seekor anjing yang tengah disiksa oleh anak-anak kecil di pinggir jalan.

Setelah memasuki Sky House, bersekolah di SMA Gamseong dan merasakan enaknya hidup menjadi orang kaya, apakah hidup Ha Won jadi benar-benar nyaman? Ternyata tidak juga. Ia kini harus menghadapi serangan dari orang-orang yang tidak menyukainya karena tiba-tiba saja tinggal di Sky House bersama ketiga pangeran Gamseong. Berbagai gosip dan fitnah serta serbuan rasa tidak suka memburu Ha Won dari segala arah, termasuk dari Yu Na, kakak tirinya sendiri, yang susah memercayai keberuntungan yang tiba-tiba menjatuhi kehidupan Ha Won ini.

February 12, 2013

The Geography of Bliss by Eric Weiner


Judul: The Geography of Bliss
Penulis: Eric Weiner
Penerjemah: M. Rudi Atmoko
Penerbit: Qanita (November 2011)
Tebal: 512 hlm

***

Sungguh mati, Eric Weiner ingin melihat dunia, terutama dengan dana dari pihak lain. Maka ia menjadi jurnalis, membawa tas punggung dan buku catatannya, lalu menjelajahi dunia. Hasilnya adalah buku The Geography of Bliss ini. Ia membawa pembaca melanglangbuana ke berbagai negara, dari Belanda, Swiss, Bhutan, hingga Qatar, Islandia, India, dan Amerika ... untuk mencari tahu apa yang membuat orang-orang di sana bahagia atau murung. Buku ini adalah campuran aneh tulisan perjalanan, psikologi, sains, dan humor.

Apakah orang-orang di Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Apakah penduduk Qatar menemukan kebahagiaan di tengah gelimang dolar dari minyak mereka? Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena berinisiatif memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut Gross National Happiness sebagai prioritas nasional? Kenapa penduduk di Islandia, yang suhunya sangat dingin dan jauh dari mana-mana, termasuk negara yang warganya paling bahagia di dunia? Kenapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan?

***

Setelah membaca lebih dari 500 halaman, pada akhirnya, saya merasa bahwa sebenarnya inti dari Geography of Bliss bisa digambarkan melalui dua paragraf berikut:

"Extroverts are happier than introverts; optimists are happier than pessimists; married people are happier than singles, though people with children are no happier than childless couples; Republicans are happier than Democrats; people who attend religious services are happier than those who do not; people with college degrees are happier than those without, though people with advanced degrees are less happy than those with just a BA; people with an active sex life are happier than those without; women and men are equally happy, though women have a wider emotional range; having an affair will make you happy but will not compensate for the massive loss of happiness that you will incur when your spouse finds out and leaves you; people are the least happy when they're commuting to work; busy people are happier than those with too little to do; wealthy people are happier than poor ones, but only slightly."
  
“Money matters but less than we think and not in the way that we think. Family is important. So are friends. Envy is toxic. So is excessive thinking. Beaches are optional. Trust is not. Neither is gratitude.” 
Buku ini menarik banget buat saya. :D
The more we get older, the more we wonder about things in life. Sebenarnya agak absurd juga, berusaha mengukur kebahagiaan. Apa benar bahagia itu bisa ditentukan oleh batasan tertentu? Apa iya lokasi geografis negara berperan banyak bagi kebahagiaan masyarakatnya?

Setelah baca, saya punya pendapat sendiri. No, we can't measure happiness. Happiness is totally relative to many other people. Banyak orang bahagia atas hal-hal kecil yang mereka punya, banyak juga orang bahagia atas pencapaian besar yang mereka raih. And no, geographies doesn't really matter in people's happiness, but the relationship between the people does. Hubungan antar masyarakat berperan besar bagi kebahagiaan mereka. Ini terbukti di Islandia, dimana negaranya dinyatakan sebagai salah satu negara paling bahagia, dengan masyarakat yang sangat suka membantu sesama, dan tidak menganggap kegagalan orang lain sebagai suatu hal yang harus ditertawakan atau dipermalukan.

"Hell isn't other people. Seventy percent of our happiness rests on our relationships with other people."

“Our happiness is completely and utterly intertwined with other people: family and friends and neighbors and the woman you hardly notice who cleans your office. Happiness is not a noun or verb. It's a conjunction. Connective tissue.”

February 10, 2013

Winterlicht (Finnikin of the Rock) by Melina Marchetta


Judul: Winterlicht (Finnikin of the Rock) - Lumatere Chronicles #1
Penulis: Melina Marchetta
Penerjemah: Leinovar Bahfein & Devi Riana Safitri
Penerbit: Ufuk Fiction
Tebal: 578 hlm

***

Kutukan menyelimuti Lumatere. Tidak ada yang bisa memasuki atau meninggalkan negara itu. Hanya Finnikin yang mampu menemukan pewaris takhta yang hilang dan membawanya kembali ke Lumatere. Pertemuan Finnikin dengan seorang gadis cantik bernama Evanjalin membawanya dalam sebuah misi yang penuh bahaya. Mampukah dia menyelamatkan negerinya? Ataukah pesona dan keangkuhan Evanjalin justru menghalangi rencananya?

***

‘Dark will lead the light, and our resurdus will rise.
And he will hold two hands of the one he pledged to save.
And then the gate will fall, but his pain shall never cease
His seed will issue kings, but he will never reign.'

Seharusnya semua buku Melina Marchetta itu diberi tanda 'Jaminan Keren' di setiap covernya. Dari semua novel beliau yang udah saya baca, nggak ada yang nggak saya suka. Termasuk buku pertama dari Lumatere Chronicles ini. Meskipun sempet ragu sama kemampuan beliau nulis cerita fantasy, this book successfully proved that she's a truly skilled author.

Awalnya Finnikin merasa terganggu dengan kehadiran Evanjalin, biarawati berpakaian lusuh yang kini mengikuti perjalanannya dengan Sir Topher. Evanjalin meyakinkan mereka bahwa Pangeran Balthazar masih hidup, dan ia bisa membawa mereka kepada Sang Pangeran untuk kemudian kembali merebut tanah Lumatere yang terkutuk setelah peristiwa 5 Hari Tak Terperikan yang memilukan terjadi, sepuluh tahun lalu. Peristiwa itu telah memaksa seluruh warga Lumatere terpecah belah, sebagian berhasil melarikan diri pergi ke negara lain, namun harus berkubang dalam kesulitan hidup di tanah pengungsi. Sebagian lagi terkurung dalam Lumatere dan tak bisa kemana-mana akibat kutukan Seranonna, dan harus merasakan kejamnya pemerintahan Raja Gadungan yang telah merebut kekuasaan dan melakukan pembunuhan keji terhadap keluarga kerajaan yang dulu, yang amat dicintai dan dihormati rakyat Lumatere.

Jelas Finnikin tidak bisa memercayai Evanjalin, karena siapalah gadis itu? Namun setelah mereka terlibat dalam runtutan kejadian yang membuat Finnikin dipenjara di sebuah tambang negara Sorel dan berhasil menemui Ayahnya, Kapten Trevanion yang selama ini dikira sudah mati, lalu bergabung kembali dengan Pasukan Keamanan di Yutlind berkat petunjuk Evanjalin, Finnikin menyadari bahwa biarawati itu bukan gadis biasa. Evanjalin mengaku punya kemampuan untuk masuk ke dalam mimpi penduduk Lumatere yang masih hidup, hingga ia dapat mengetahui keberadaan mereka. Ia juga bersikeras agar Finnikin membawa rakyat Lumatere kembali ke tanah mereka dan melakukan pembalasan. Tapi mereka tidak dapat menembus kutukan bila tak ada Pangeran Balthazar. Benarkah Balthazar masih hidup? Dan siapa sebenarnya Evanjalin?

“There are worse things than a lie and there are better things than the truth!”