November 28, 2012

The Lover's Dictionary (Kamus Sang Kekasih) by David Levithan


Title: The Lover's Dictionary (Kamus Sang Kekasih)
Penulis: David Levithan
Penerjemah: Rosi L. Simamora
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2011 (Juli)
Tebal: 216 halaman
Harga: Rp 35.000

***

basis, n.

There has to be a moment at the beginning when you wonder whether you’re in love with the person or in love with the feeling of love itself.

If the moment doesn’t pass, that’s it—you’re done. And if the moment
does
pass, it never goes that far. It stands in the distance, ready for whenever you want it back. Sometimes it’s even there when you thought you were searching for something else, like an escape route, or your lover’s face. 


How does one talk about love? Do we even have the right words to describe something that can be both utterly mundane and completely transcendent, pulling us out of our everyday lives and making us feel a part of something greater than ourselves? Taking a unique approach to this problem, the nameless narrator of David Levithan’s The Lover’s Dictionary has constructed the story of his relationship as a dictionary. Through these short entries, he provides an intimate window into the great events and quotidian trifles of being within a couple, giving us an indelible and deeply moving portrait of love in our time.

***

Kalau kamus sejenis ini secara kontinyu diproduksi masal dan benar-benar diresmikan sebagai kamus, saya rasa penjualan kamus ke depannya bakal meningkat tajam. :)) Jujur saya kagum sama David Levithan bisa kepikiran menulis sebuah cerita dalam format seperti ini.

Layaknya kamus, cerita tidak disampaikan melalui paragraf dan rangkaian peristiwa yang padu, melainkan abjad-abjad dengan disertai sebuah adegan. Kilasan peristiwa. Penjelasan yang berhubungan dengan kata tersebut dalam barisan kalimat-kalimat singkat. Tapi adegan tersebut pun belum tentu mengungkap makna kata secara gamblang. Disini pandainya David Levithan terasa nyata, ia mahir membuat rangkaian kalimat pendek menjadi sarat makna.

Kalau yang saya perhatikan sih, POV keseluruhan kata-kata ini disampaikan melalui sudut pandang seorang laki-laki. Lumayan, jadi bisa tau sedikit-sedikit tentang gimana sih jalan pikiran cowok tentang cinta. #eaaa Tapi disini nggak semuanya melulu tentang cinta yang senang terus, David juga realistis, sering menggambarkan situasi nggak enak yang biasa terjadi dalam suatu hubungan.
Kadang ada beberapa topik/permasalahan yang diulang melalui kata yang berbeda-beda (tentang perselingkuhan si pasangan atau peristiwa meninggalnya kakek/nenek salah satu dari pasangan) yang imbasnya saya jadi bosen karena itu lagi-itu lagi yang dibahas, tapi secara keseluruhan it was a nice & light read. :)

Favorite dictions:


cache, kb. tempat menyembunyikan sesuatu.
Aku memutuskan untuk membereskan meja kerjaku. Kusangka kau tengah sibuk di dapur. Tapi lalu aku mendengarmu di belakangku, mendengar kau bertanya, ”Apa isi folder itu?”. Aku yakin wajahku merah padam saat memberitahumu isinya adalah printout email-email-mu, bersama surat-surat dan catatan-catatan kecil yang diselipkan di antaranya, bagaikan bunga-bunga yang diselipkan di kamus. Kau tidak mengatakan apa-apa lagi, dan aku bersyukur karenanya.
 
basis, kb. dasar.
Pasti ada suatu momen, di masa awal, ketika kau bertanya-tanya apakah kau memang jatuh cinta kepada orangnya, ataukah jatuh cinta kepada perasaan cinta itu sendiri.

infidel, kb. kafir.
Kita menanggap mereka bersembunyi di bukit-bukit; para pemberontak, perompak, bajingan revolusioner. Tapi sungguh, bukankah kesalahan mereka hanyalah karena mereka tidak memercayai sesuatu?

fluke, kb. nasib baik; keberuntungan.
Kencan sebelum kencan denganmu sangat buruk; sombong, perokok, napas bau -sehingga aku bersumpah akan menghapus profilku keesokan paginya. Hanya saja ketika akan melakukannya, aku tersadar tinggal delapan hari lagi sebelum masa keanggotaanku habis. Jadi kuberi kesempatan delapan hari. Dan kau meng-email-ku di hari keenam.


-Tirta

November 25, 2012

Warm Bodies by Isaac Marion

Warm Bodies (Goodreads)

Judul: Warm Bodies
Penulis: Isaac Marion
Penerjemah: Meda Satrio
Penerbit: Ufuk Publishing
Tebal: 376 halaman
Harga: Rp 50.000

***

“R” adalah zombi. Dia tidak punya ingatan, tidak punya identitas, dan tidak punya denyut nadi. Tetapi, dia punya mimpi. Dia tidak suka membunuh manusia. Dia agak berbeda dengan teman-temannya “Kaum Mati”. Sewaktu menjelajahi reruntuhan peradaban untuk mencari makan, R bertemu seorang gadis bernama Julie. Gadis itu merupakan kebalikan dari segala yang R tahu. Julie, yang hangat dan ceria serta sangat hidup, membuat sesuatu dalam diri R mulai berubah. R sadar dia tidak ingin memakan Julie, meski gadis itu tampak lezat. Dia ingin melindungi Julie, tak peduli apa pun akibatnya. Pilihan ini seperti percik api di rumput, melanggar aturan dan menyangkal logika, tetapi R tidak puas lagi dengan kehidupan dalam kematian. Dia ingin bernapas lagi, ingin hidup, dan Julie ingin membantunya. Bisakah kasih dari dua dunia yang berbeda ini berpadu?

***
"I am dead, but it's not so bad."

Tadinya Warm Bodies ini mau dibiarin nganggur dulu di shelves untuk sementara, tapi setelah liat movie trailernya (yang jadi peran utamanya Nicholas Hoult, saudara-saudara!) saya langsung buru-buru baca. *wink-wink*

Jadi, ini pertama kalinya saya baca buku tentang zombi. Setelah vampir, shapeshifter, seraphim/nemphilim yang semuanya masih bisa 'ditanggung', baca Warm Bodies sempat bikin kaget. Apalagi sewaktu pertama kali baca deskripsi fisik zombi R (pucat seperti mayat-mayat kebanyakan, bibir yang hitam membusuk, lingkaran gelap di bawah mata), dan kebiasaan makannya. Buku ini diceritakan dari POV pertama R sebagai zombi. Makanan utama zombi adalah manusia, dan kalau sekedar kalimat 'mengoyak tangan' atau 'mengunyah kaki' ataupun potongan tubuh lain sih saya masih tahan, tapi begitu bagian 'menelan otak', yeiks, saya buru-buru tutup bukunya sementara.

"Eating is not a pleasant business. I chew off a man’s arm, and I hate it. I hate his screams because I don’t like pain, I don’t like hurting people, but it’s the world now. This is what we do. Of course if I don’t eat all of him, if I spare his brain, he’ll rise up and follow me back to the airport, and that might make me feel better. I’ll introduce him to everyone, and maybe we’ll stand around and groan for a while. It’s hard to say what friends are any more, but that might be close."

Tapi setelah dinikmati ternyata ceritanya menarik. Kenalkan, R. Zombi dingin busuk menyeramkan namun berhati hangat yang hobinya naik-turun eskalator dan dengerin lagu-lagu Frank Sinatra. R berbeda dengan Kaum Mati kebanyakan, dia masih punya rasa guilty dan nggak enak setiap kali habis makan manusia. Dia juga masih suka bertanya-tanya tentang siapa dia dulunya sebelum jadi zombi dan membayangkan gimana ya rasanya hidup jadi manusia kembali. (Di dunia zombi R, manusia yang digigit oleh zombi tapi tidak dimakan sampai habis akan ikut berubah jadi zombi. Jadi dulu R juga manusia biasa sebelum men-zombi. Sayangnya, setiap zombi nggak bisa ingat sama sekali tentang kehidupan lamanya sebagai manusia.)

Cerita R ketemu Julie bermula dari sebuah penyerangan zombi (R dan teman-temannya) ke sebuah apartemen. Disana R memangsa Perry, yang akhirnya mati termakan setelah berusaha melindungi Julie, pacarnya. R menyimpan bagian otak Perry (save the best for the last?) dan ia membawa Julie ke kediaman para zombi, sebuah bandara yang sudah tidak beroperasi di bagian luar kota.

Semenjak itu, perangai R juga berubah. Sejujurnya dia juga pengen makan Julie sih, tapi ketertarikan R akan cewek itu menahannya. R jadi lebih sering ngobrol, dan mulai lebih menunjukkan tanda-tanda kemanusiaan (dengerin musik, tidur, nyetir mobil, dan lain sebagainya). Saya rasa sebagian besar ketertarikan R juga di
pengaruhi oleh otak Perry yang ia makan deh, karena setiap kilasan peristiwa dalam kehidupan Perry (termasuk segala ingatan tentang hubungannya dengan Julie) jadi bisa dilihat dan dirasakan oleh R.

Yang saya paling suka adalah gimana cinta bisa membuat R kembali jadi manusiawi. Warm Bodies juga diisi oleh faktor-faktor x yang bisa bikin buku jadi menarik. Tokoh Julie dihadirkan dengan karakter yang menarik, lumayan tangguh, mandiri, intinya nggak menye sama cinta. Kisah cinta mereka nggak instan deh. Karakter antagonis muncul dalam wujud Grigio, ayah Julie yang keras dan bertekad untuk membunuh semua zombi yang ia temui. Nggak ketinggalan juga Nora, karakter sahabat baik si tokoh utama yang fun & sassy.

I suck in air and attempt to sing. "You're... sensational..." I croak, struggling for a trace of Frank's melody.
There's a pause and then something shifts in Julie's demeanor. I realise she's laughing.
"Oh wow," she giggles. "That was beautiful, R, really. You and Zombie Sinatra should record Duets, Volume 2."
I cough. "Didn't get... warm-up."

Sayangnya, saya rasa nggak semua orang bisa baca buku ini, karena bagian-bagian makan-memakan R itu cukup deskriptif dan cukup bikin eneg juga. But if you can manage to read and survive those parts, you'll find that this unique story is kinda sweet and heart-warming. Kepribadian R yang lumayan lucu, agak sarkas dan jalan pikirannya yang menarik jadi poin lebih. Kekurangan lainnya adalah Isaac Marion kurang mengeksplor atau menjelaskan lebih lanjut tentang latar waktu dan back-stories yang bisa mendukung isi cerita dan membantu pembaca memahami situasi saat itu. Jadi, cerita Warm Bodies ini terjadinya kapan? Di masa depan? Apa yang terjadi pada manusia di saat itu, apakah sebagian besar dari mereka telah berubah jadi zombi dan sebagian lain mati dimakan zombi? Bagaimana awalnya zombi ada dan mulai menjadi musuh besar manusia? Dan hal-hal lain yang serupa.


Movie Adaptation
Surprise, surprise! Ternyata Warm Bodies ini filmnya udah dibuat dan bakal tayang Februari tahun depan. Tapi yang bikin saya paling excited is the fact that Nicholas Hoult is R! And he plays the part really well (yah, kalau dilihat dari trailernya sih). And the trailer turns out to be kinda adorable and really funny! Mungkin pihak pembuat filmnya lebih pingin menonjolkan sisi humornya daripada horornya, and I'm glad about it.



Warm Bodies (2013)
Directed by Jonathan Levine
Casts: Nicholas Hoult (R), Teresa Palmer (Julie), Dave Franco (Perry), John Malkovich (Grigio), Analeigh Tipton (Nora), and Rob Coddry (M)


  "We will cry and bleed and lust and love, and we will cure death. We will be the cure. Because we want it."
 

- Tirta.

November 23, 2012

Indonesia Book Fair 2012 Hunting Result!


Book fair time again! Yay!

Senangnya belakangan ini acara book fair udah semakin ramai dan sering diselenggarakan di Jakarta. Yang biasa jadi langganan saya itu ada 3 - Islamic Book Fair (biasanya diadakan sekitar kuarter pertama tiap tahun), Jakarta Book Fair (pas liburan sekolah) dan Indonesia Book Fair (biasanya menjelang akhir tahun) :D

Alhamdulillah minggu kemarin bisa curi-curi waktu buat sempetin ke Istora Senayan. Indonesia Book Fair tahun ini diadakan dari tanggal 17-25 November, saya datang pas hari kedua, Minggu 18 November. Dari hasil pengamatan mata pas hari kedua itu sih suasana di dalam belum begitu ramai, cenderung lengang malah, mungkin ya karena baru hari kedua kali ya. Biasanya memang jauh lebih ramai menjelang hari penutupan soalnya stand-stand mulai banting harga lebih tinggi lagi =)

Yang cenderung ditanyakan teman-teman kalau saya habis cerita itu biasanya:


Ada buku apa aja disana?
Wah banyak. Namanya juga book fair. Dari buku fiksi, nonfiksi, terjemahan, lokal, komik, sampai yang jual kitab suci juga ada. Istimewanya sih karena penerbit-penerbit yang buka stand ini suka ngeluarin stok buku-buku lama (terbitan tahun-tahun yang udah lewat) yang kadang udah susah ditemuin di toko buku sekarang. Biasanya buku yang kayak gitu yang jadi inceran saya. Kenapa? Jelas, diskonnya jauh lebih mantep, hehehe

Emang penerbit yang buka stand apa aja?
Banyak juga!
Coba ya saya ingat-ingat: Ada Periplus Bookindo, Sinar Star Books, Mizan Media Utama, Gramedia Pustaka Utama, Agromedia (kalau mau cari buku keluaran Gagas Media disini), Elex Media Computindo, Teen Media, Bumi Aksara, Tiga Serangkai, Book & Beyond, Ufuk Publishing, Yayasan Obor, Dejavu Komik, ada juga stand-stand khusus untuk perpustakaan-perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pertanian Bogor, Kantor Perpustakaan dan Arsip Kota Adm. Jakarta Timur, ada juga stand FKUI yang menjual buku-buku kuliah.

Ada rekomen nggak beli bukunya di stand apa?
Kalau saran saya sih tiap ada acara book fair begini kesampingkan dulu beli buku di stand penerbit-penerbit bekennya, coba deh mampir ke stand-stand yang jual buku bekas atau buku keluaran lama (ya nggak lama-lama banget sih) dengan stok menumpuk. Contohnya stand Sabana Used Books, Dhita Books, Pasar Buku Langka, Dejavu Comic, dan lain-lain. Kadang-kadang buku yang ditemuin bisa bikin 'wow' sendiri loh, dan harganya juga oke bangets. Biasanya mereka nggak segan kasih diskon yang jauh lebih gede dibanding diskon-diskon di stand penerbit/toko buku yang beken-beken itu (Iyalah). Cuma dibutuhkan skill gigih dan mau ngobok-ngobok stand aja kok. Terapkanlah prinsip ekonomi dengan baik di Book Fair ini: Modal sedikit, tapi hasil banyak! :D


Sekarang waktunya pamer hasil buruan kemarin, hihihi. Bingung juga setelah pulang baru sadar kalo saya cuma beli 6 buku, padahal kayaknya banyak gitu, jadi agak nyesel juga :\


Clock-wise:

1. The Help by Kathryn Stockett - Rp 35.000
YAY! Akhirnya dapet juga beli buku ini setelah sekian lama cari! Dan cuma 35ribu perak lagi XD
Dapet di stand Teen Media, mereka jual beberapa buku terbitan Matahati (The Help ini, The Mysterious Benedict Society sama Uglies series adalah beberapa diantaranya) dengan harga kisaran 20ribu-40ribu saja.

2. Abarat by Clive Barker - Rp 40.000
Saya penasaran sama Abarat ini karena waktu itu pernah lihat bukunya dibahas di timeline Mbak @hetih dari Gramedia. Setelah baca-baca sekilas satu kopi buku yang plastiknya terbuka (dan liat ilustrasi serta peta-nya yang wow) akhirnya dibawa deh ke kasir. Dapet di stand khusus diskon Gramedia (letaknya nggak barengan di lokasi utama, tapi di ruangan pinggir-pinggir gitu)

3. Forgotten by Cat Patrick - Rp 45.500
Kalau yang ini impuls sewaktu lagi ngelewatin stand Mizan. Tadinya mau ngambil Shatter Me, tapi nggak jadi. Malah tertarik sama yang ini setelah baca sinopsisnya. Karena keluaran baru jadi cuma didiskon 30% (harga awal 65rb kalau nggak salah)

4. Silang Hati by Sanie B. Kuncoro & Widyawati Oktavia
Saya lupa ini harga belinya berapa, yang jelas ini cuma diskon 10% dari harga awal. Seri baru dari Gagas Duet nih, saya penasaran soalnya waktu baca buku pertama Sanie B Kuncoro sempat terkesan. Gaya penulisannya puitis-puitis gituuu. Dapatnya di stand Kelompok Agromedia. Kayaknya Gagas nggak bikin stand mandiri tahun ini, melainkan ikut gabung di stand Agromedia (yang emang membawahi Gagas sih)

5. Fantastic Beasts and Where to Find Them by Newt Scamander JK Rowling - Rp 7.000
Akhirnya lengkap semua terjemahan Harry Potter! Selain 7 buku utama, saya juga udah punya yang Quidditch Trough the Ages sama The Tales of Beedle the Bard. Nyari yang ini paling susah :| Tapi akhirnya ketemu juga di stand diskon khusus Gramedia. Yay!

6. Where Rainbows End by Cecilia Ahern - Rp 35.000
Yang ini buku impor dan cuma 35ribu! Kapan lagi? XD
Seneng banget saya pas ngebalik buku dan liat harganya cuma 35 ribu. Langsung buru-buru bayar biar nggak disamber orang lain. Nemu di stand Dhita Books yang jual banyak buku impor/lokal dengan harga-harga miring. Kalau nggak salah saya liat terjemahan Twilight Saga cuma dibandrol 10rb-15rb deh. The Mortal Instruments juga cuma 45rb disana. Dhita Books ini banyak jual buku bekas, tapi kondisinya masih bagus-bagus banget. Pengen banget kesana lagi dan borong used booksnya...

Gimana, tertarik mau ke Indonesia Book Fair? Atau malah udah kesana? Beli buku apa aja nih? Acaranya masih sampai weekend ini lho, tanggal 25 November. Ayo, mumpung masih ada 3 hari lagi buat 'berburu' XD

PS: Di Indonesia Book Fair 2012 ini kerennya juga ada bursa naskah, jadi kalau ada yang punya naskah-naskah novel atau cerita yang pengen diterbitin, coba bawa aja dan submit ke salah satu penerbit yang ada disana. Siapa tau diterima....


- Tirta

November 15, 2012

Days of Blood and Starlight by Laini Taylor


Title: Days of Blood and Starlight
Author: Laini Taylor
Publisher: Little Brown (November 2012)
Pages: 517 pg
Read in Ebook copy

***

Once upon a time, an angel and a devil fell in love and dared to imagine a world free of bloodshed and war.
This is not that world.


Art student and monster's apprentice Karou finally has the answers she has always sought. She knows who she is—and what she is. But with this knowledge comes another truth she would give anything to undo: She loved the enemy and he betrayed her, and a world suffered for it.

In this stunning sequel to the highly acclaimed Daughter of Smoke & Bone, Karou must decide how far she'll go to avenge her people. Filled with heartbreak and beauty, secrets and impossible choices, Days of Blood & Starlight finds Karou and Akiva on opposing sides as an age-old war stirs back to life.

While Karou and her allies build a monstrous army in a land of dust and starlight, Akiva wages a different sort of battle: a battle for redemption. For hope.

But can any hope be salvaged from the ashes of their broken dream?

***
“Light coursed through Karou and darkness chased it-burning through her, chilling her, shimmer and shadow, ice and fire, blood and starlight, rushing, roaring, filling her."

Pernah dengar kata-kata 'assumption kills'? Yup. Asumsi merusak segalanya. Sewaktu selesai membaca Daughter of Smoke and Bone, kita menutup cerita dengan adegan Karou yang pergi menembus portal menuju Eretz (dunia para seraph dan chimaera) dengan bantuan Razgut. Karou dipenuhi dengan rasa bersalah and remorse, sebagian dirinya membenci Akiva karena Akiva ikut berperan dalam pembantaian kaum chimaera (termasuk Brimstone, Twiga, Issa dan Yasri yang selama ini adalah keluarga bagi Karou) sebagian lagi membenci dirinya sendiri karena telah mencintai dan menyelamatkan Akiva, 17 tahun yang lalu, bahkan setelah Karou/Madrigal dihukum pancung. Ia menyelamatkan Akiva, dan sekarang Akiva justru menyebabkan keluarganya, bangsanya hampir punah.

Akiva yang kemudian menyusul Karou, berusaha menemukan dan menyelamatkan gadis itu dari situasi perang di Eretz, justru kemudian menemukan sebuah thurible (wadah yang dipakai untuk menampung jiwa yang mati sebelum 'dimasukkan' ke dalam tubuh baru) bertuliskan nama Karou. Lagi-lagi asumsi: Karou telah mati. Dan sekarang, tidak ada yang bisa membangkitkan Karou lagi karena Brimstone, satu-satunya chimaera yang dapat melakukan praktek resurrection, telah dibunuh oleh bangsa seraph.

Laini Taylor continues to awe me with her wonderful & beautiful writing. She told everything in details. Kita diajak lebih jauh untuk masuk ke dalam Eretz (Praha yang indah dan eksotis itu rasanya udah terlupakan deh) dan mengeksplor lebih detail tentang situasi hidup seraph dan chimaera yang sesungguhnya. Tapi persis seperti yang tertulis di sinopsis,  "Filled with heartbreak and beauty, secrets and impossible choices, Days of Blood & Starlight finds Karou and Akiva on opposing sides as an age-old war stirs back to life" buku kedua ini nuansanya lebih dark dan muram. Kalau dari awal pengennya baca kisah cinta Karou dan Akiva yang makin berbunga-bunga, well you have to wash that hopes away. Untuk sampe di poin dimana Akiva dan Karou akhirnya ketemu aja harus nunggu sampai setengah buku T_T

Days of Blood and Starlight mengajarkan bahwa asumsi dan prasangka yang salah pasti akan merusak semuanya. Mimpi Karou dan Akiva yang ingin mewujudkan satu dunia, satu Eretz dimana bangsa chimaera dan seraph bisa hidup berdampingan dalam damai, kini rusak. Hancur dan hilang oleh perbuatan mereka sendiri. Ini jadi kayak cerminan besar keadaan kita sesungguhnya di real life, ya. Seperti kata guru les saya, banyak bangsa manusia yang sejak lama bermusuhan satu sama lain atas dasar hal-hal yang tidak bisa mereka pilih karena sudah dari sananya begitu sejak lahir (ras, agama, warna kulit, kelas sosial) tapi mereka justru dihinakan oleh manusia lain karena hal-hal tersebut. Di dunia Karou dan Akiva, para seraph dan chimaera di dunia sekarang pun tidak tahu alasan awal mereka bermusuhan hingga terlibat dalam perang ratusan tahun. Yang mereka tahu, mereka terlahir sudah menjadi satu diantaranya, dan hidup dengan memusuhi bangsa lawan. Akiva pun hanya menyebutkan bahwa para seraph dahulu pernah diserang, dihancurkan, dan dimusnahkan bersama sejarah dan buku-buku sihir mereka, namun alasan penyerangan itu, mereka tidak mengerti apa-apa. Karena itulah, kini para seraph membalas dendam dengan cara membakar semua portal dan memusnahkan para chimaera yang masih hidup.

November 01, 2012

The Sea of Tranquility by Katja Millay


Title: The Sea of Tranquility
Author: Katja Millay
Publisher: Antisocialite Press (September 2012)
Pages: 328 pg
Read in Ebook

***

I live in a world without magic or miracles. A place where there are no clairvoyants or shapeshifters, no angels or superhuman boys to save you. A place where people die and music disintegrates and things suck. I am pressed so hard against the earth by the weight of reality that some days I wonder how I am still able to lift my feet to walk.

Full of rage and without a purpose, former pianist Nastya Kashnikov wants two things: to get through high school without anyone discovering her past and to make the boy who took everything from her pay.

All 17 year-old Josh Bennett wants is to build furniture and be left alone, and everyone allows it because it’s easier to pretend he doesn’t exist. When your name is synonymous with death, everyone tends to give you your space.

Everyone except Nastya, a hot mess of a girl who starts showing up and won’t go away until she’s insinuated herself into every aspect of his life. The more he gets to know her, the more of a mystery she becomes. As their relationship intensifies and the unanswered questions begin to pile up, he starts to wonder if he may ever learn the secrets she’s been hiding or if he even wants to.

The Sea of Tranquility is a slow-building, character-driven romance about a lonely boy, an emotionally fragile girl, and the miracle of second chances.

***
"I hate my left hand. I hate to look at it. I hate it when it stutters and trembles and reminds me that my identity is gone. But I look at it anyway; because it also reminds me that I’m going to find the boy who took everything from me. I’m going to kill the boy who killed me, and when I kill him, I’m going to do it with my left hand."

Nastya dan Josh sama-sama memiliki masa lalu yang kelam, traumatis dan tidak menyenangkan. Nastya pernah mengalami percobaan pembunuhan, dimana akibat peristiwa itu ia sempat mati suri, dan peristiwa itu pulalah yang membuat ia sekarang tidak bicara. Ibu dan saudara perempuan Josh meninggal saat usia Josh masih 8 tahun, lalu sejak itu Ayahnya larut dalam kesedihan sebelum lama-lama 'menghilang' dan akhirnya ikut menyusul istri dan anak perempuannya. Mereka punya cara masing-masing untuk menghadapi kesedihan dan trauma mereka tersebut; Nastya dengan kebiasaannya berlari di waktu malam, sedangkan Josh menyibukkan diri dengan membuat berbagai perabot rumah dan keterampilan dari kayu.

Suatu hari, waktu lagi lari, tiba-tiba Nastya justru end up di garasi Josh. Dari situlah awal komunikasi dan hubungan aneh di antara mereka terbentuk. Awalnya hanya berupa companionship dimana Nastya sering datang hanya untuk duduk diam dan ngeliatin Josh kerja, lama-kelamaan jadi sebuah friendship. Nastya merasa nyaman sama Josh, dan cuma sama cowok itulah dia mau ngomong. Not-so-long-after, they're starting to feel drawn into each other.

“People like to say love is unconditional, but it's not, and even if it was unconditional, it's still never free. They always want something in return. Like they want you to be happy or whatever and that makes you automatically responsible for their business because they won't be happy unless you are. You're supposed to be who they think you're supposed to be and feel how they think you're supposed to feel because they love you and when you can't give them what they want, they feel shitty, so you feel shitty, and everybody feels shitty. I just don't want that responsibility.”