August 26, 2012

Blood Red Road by Moira Young

Blood Red Road (Seri Dustlands #1)

Judul: Blood Red Road
Penulis: Moira Young
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penerbit: Mizan Fantasy
Harga: Rp 64.000


***









Mereka menjulukinya Malaikat Kematian. Setiap kemunculannya membuat semua petarung lain bergidik ngeri, sementara penonton justru menyambut penuh gempita. Saba, sang Malaikat Kematian, tak pernah memedulikan apa pun dalam bertarung. Dia hanya berusaha tetap hidup. Demi menyelamatkan Lugh, kembarannya. Demi mencari sebuah penjelasan.

Saba harus keluar dari tempat itu. Di tengah ketatnya penjagaan terhadap para petarung, nyaris tak ada celah terlihat. Saba tahu, dia hanya harus menunggu lebih sabar. Namun, apa artinya kesabaran di tengah desakan waktu yang kian menghimpit? Malam pertengahan musim panas sebentar lagi tiba. Terlambat sedikit saja, Lugh akan tewas demi memenuhi ambisi seorang penguasa gila.

Saba tidak sendiri. Ada Jack. Pemuda itu telah mencuri perhatiannya dengan janji akan menemani perjalanan mencari Lugh. Namun, akankah Saba percaya sepenuhnya ketika Jack pun memiliki alasan tersembunyi?


***

Aku sudah berkelana ke seluruh dunia
Dan, mengecup begitu banyak wanita
Tetapi, hanya bibir semanis anggurmu yang terbayang
Oh, Annie yang keras hati, kau begitu kejam, Sayang

Oh, the joy of reading a really good book when no one seems to notice it yet. Reading Blood Red Road is like finding a diamond in a mud. Serius. Allow me to be a bit emotional on this review, tapi buku ini BAGUS SEKALI.

Cerita Blood Red Road berpusat pada Saba dan perjalanannya menemukan kembali Lugh, kakak kembarnya yang ditangkap dan dicuri oleh beberapa anggota Tonton, setelah mereka membunuh Ayah Saba. Perjalanan tersebut, tentu saja, tidak mudah. Banyak rintangan yang ia hadapi dan terpaksa memperlambat langkahnya dalam menemukan Lugh. Ia harus bertahan di medan perjalanan yang sulit, menghadapi kelakukan kasar Miz Pinch, terlibat menjadi petarung dan berkelahi dalam kerangkeng, berusaha kabur dari jeratan para Tonton, dan banyak lagi.

Plus Points:
Kelebihan dari buku ini

1) Saba
Sebenarnya Saba adalah tokoh yang sulit namun juga mudah untuk disukai, tetapi yang jelas, Saba adalah tokoh heroine yang tangguh. Ia berani, kuat, dan fokus pada tujuan. Sepanjang buku ini, Moira Young berhasil untuk terus-menerus mengingatkan pembaca bahwa tujuan Saba sejak awal adalah mencari Lugh, bukan yang lain. Saba juga bukan tipe tokoh perempuan yang menye begitu bertemu dengan love interest-nya :p (dalam hal ini, Jack)

 2) Rajawali Bebas
Oh how I want to be one of them! Rajawali Bebas (atau Free Hawks) adalah nama dari sekumpulan perempuan tangguh yang berniat untuk membakar Hopetown dan membebaskan para tahanan petarung dari kurungan. Menjadi petarung di Hopetown bukan suatu hal yang baik, karena setiap petarung biasanya direkrut secara random dan tiba-tiba tanpa alasan. Mereka dikurung di suatu tempat lalu dipaksa berkelahi di kerangkeng, dan apabila mengalami kekalahan sebanyak tiga kali, petarung tersebut akan mendapat hukuman berupa pemukulan massa (yang pada akhirnya berujung pada kematian).
Para Rajawali Bebas ini banyak berperan besar dalam membantu Saba. Mereka pantas dikagumi. Kuat, tangguh, bisa bertarung, cerdas, namun baik. Mereka tidak sentimen terhadap kaum laki-laki. Aku juga sangat menyukai nama-nama mereka: Diantaranya Maev, Ash, Epona. Nama-nama yang indah.

3) Setting dan latar

"Dusty. Dirty. Gritty. Blazing Sun. Deadly winds. It does not rain, it pours. The people are not civilized, they are trying to survive. Get in their way, you die. You can’t fend for yourself, you starve and then you die." 
- (dikutip dari salah satu review di Goodreads)

Buku ini lebih tepat dikatakan bergenre Post-Apocalyptic daripada Dystopia, dikisahkan terjadi jauh bertahun-tahun di masa depan. Tokoh-tokoh di Blood Red Road menyebut kita, manusia yang hidup saat ini, sebagai The Wreckers atau Pemusnah. Dari yang diketahui Saba, The Wreckers musnah ketika suatu kejadian besar (pasir bergerak atau apa, aku lupa) menutup semua permukaan bumi, menenggelamkan setiap tubuh manusia dalam waktu yang lama hingga mereka membusuk dan hanya bersisa tulang-tulang. Sebagian bangunan dan barang ciptaan manusia tidak ikut hilang, tetapi lebih seringnya rusak. Nama-nama indah juga digunakan untuk berbagai tempat dalam buku ini: Silverlake, Crosscreek, Seasand, Hopetown, Darktrees, Freedom Fields. Penggambaran Moira Young mengenai dunia dalam Blood Red Road sangat unik dan pintar, kita dibawa masuk ke dalam dunia Saba sejak awal dan hilang di dalamnya. I get that 'being sucked into a book' feeling last night when I read it.

4) Jack... the love interest.

"Yer in my blood, Saba, he says. Yer in my head. Yer in my breath, yer in my bones... gawd help me, yer everywhere. You have bin since the first moment I set eyes on you."

Tidak ada yang bisa dikatakan selain bahwa Jack adalah love-interest yang sempurna dalam buku ini. Dia pintar, lucu, sarkastik dan juga penyayang. Satu hal yang paling kusukai dari karakter Jack adalah ia tegas, bisa membuat Saba sadar bahwa sikapnya pada Emmi maupun Ash-Epona kasar dan tidak sopan, dan Jack menyuruh Saba meminta maaf pada mereka. Namun, di balik itu, dia pun sepertinya tampak misterius dan menyembunyikan sesuatu, bahkan hingga di akhir cerita sesuatu itu belum terungkap. Mungkin dalam buku selanjutnya kita akan mengetahui lebih banyak tentang Jack.

Disamping itu, ada satu orang tokoh bernama DeMalo. Ia adalah kaki kanan dari Viscar Pinch, Raja yang kejam. Ada sesuatu dalam diri DeMalo, dan meskipun di Blood Red Road tidak ada kontak berarti antara Saba dan DeMalo, sepertinya ia akan menjadi satu tokoh penting dalam trilogi Dustland. I'm just hoping there won't be any love triangle in this story... :\

5) Nero
Kalau dalam seri Harry Potter terdapat Hedwig, dan dalam The Hunger Games kita mengenal Buttercup, dalam Dustland Trilogy ini ada Nero, burung gagak hitam milik Saba yang sangat pintar. Aku menyukai interaksi antara Saba dan Nero yang anehnya bisa mengerti setiap maksud dan perkataan Saba. Nero juga banyak membantu Saba dalam perjalanannya.

6) Terjemahan
Kuacungkan dua jempol untuk Mbak Lulu Fitri Rahman atas terjemahannya pada Blood Red Road ini. Dalam edisi aslinya, Moira Young menulis cerita Blood Red Road dengan dialek maupun phonetical tertentu (perhatikan quote Jack diatas) dan tanpa tanda petik yang biasanya mengiringi percakapan. Namun dalam buku edisi Mizan Fantasy ini, cerita diterjemahkan dengan sangat baik tanpa mengurangi suasana tegang maupun 'gersang' yang tergambar dari tulisannya.


Low Points:
Kelemahan yang kutemui dalam Blood Red Road

1) Saba
Saba adalah karakter yang kompleks. Di satu sisi dia menyenangkan dan membuatku terkagum-kagum, namun di satu sisi dia juga menyebalkan. Ia keras kepala, terlalu curigaan, sedikit licik dan juga bodoh. Saba juga tampak terlalu tergantung pada kakak kembarnya, Lugh, yang mati-matian ia cari sedemikian rupa. Yang paling tidak kusukai adalah bagaimana Saba sering memperlakukan Emmi dengan kasar dan jahat.

2) Beberapa bagian dalam buku
Moira Young memang sangat bagus menggambarkan ketegangan yang muncul akibat antisipasi sebuah pertarungan, namun ia tidak terlalu baik menceritakan bagian pertarungan itu sendiri. Kebanyakan terkesan anti-klimaks dan terlalu mudah penyelesaiannya.
Kemudian, bagian dimana Saba dan teman-temannya melawan cacing raksasa ganas yang muncul dari bawah retakan pada sebuah danau kering. Cacing raksasa berukuran 10 M? Entah kenapa tampaknya agak bizzare dan out of the blue. Lalu, mengapa mereka malah menunggu kedatangan para cacing dengan duduk melingkar di danau itu? Mengapa tidak langsung saja kabur setengah jalan, toh mereka sudah mempersiapkan banyak senjata?

3) Kurangnya penjelasan mengenai Raja
Bagaimana awal mulanya ia bisa menjadi kejam, penjelasan mengenai hubungannya dan orangtuanya yang tidak wajar, kebiasaannya untuk mengorbankan seorang anak yang lahir di pertengahan musim dingin, dan lain-lain seharusnya dieksplor lebih dalam.


4) Kertas
Kurasa cerita sebaik ini seharusnya pantas untuk dikemas dalam jenis kertas yang sama dengan kertas yang digunakan Mizan Fantasy saat menerbitkan Divergent... :)

Di luar itu semua, pada kesimpulannya,
Blood Red Road adalah sebuah buku yang sangat pantas untuk dimiliki dan dibaca. Temponya cepat, tidak bertele-tele. Setiap turn of events yang terjadi membuat kita terus-menerus tegang dan penasaran mengenai kelanjutannya. Bila kalian mencari buku yang bisa membuat kalian terjaga hingga dini hari dan merasa tertarik masuk ke dalam buku tersebut, maka Blood Red Road adalah buku yang tepat. Aku bisa memperkirakan bahwa beberapa bulan lagi Blood Red Road ini akan dikenal luas dan booming diantara pembaca buku Indonesia, seperti halnya The Hunger Games, seri The Mortal Instrument maupun Divergent. :)

Sequel:
Buku kedua dalam trilogi Dustland, Rebel Heart, sudah diterbitkan di Inggris sejak 2 Agustus lalu, namun baru akan diterbitkan di USA pada bulan Oktober. Mudah-mudahan penerbit Mizan Fantasy juga tidak terlalu lama dalam menerbitkan buku keduanya. :)
Berikut cover dari Rebel Heart

















 

Adaptasi Film:
Seri Dustlands trilogi ini kabarnya sedang dalam proses script developing untuk pembuatan filmnya. Moira Young melalui akun twitternya memperkirakan film Blood Red Road akan tayang sekitar tahun 2014 atau 2015. Can't wait! ;)


- Tirta

3 comments:

  1. Halo, Tirta, lagi asyik blogwalking, eh nemu review ini :) Salam kenal, Tirta. Aku izin link review ini ke blogku ya. Thanks, Tirta ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, salam kenal juga Mbak Lulu :D
      Dipersilahkan, terima kasih banyak :-)

      Delete

Thank you for reading this post! I always love to share and discuss thoughts about books or simply reading your comments; they are very much appreciated! I will try to reply every one of them so make sure to check back. ❤