February 27, 2014

Amba, oleh Laksmi Pamuntjak

Amba

sebuah novel karya Laksmi Pamuntjak
pertama kali diterbitkan pada Oktober 2012 oleh Gramedia Pustaka Utama
Fiksi Historis/Drama/Sastra Indonesia
496 halaman
[Posting Bareng BBI bulan Februari: Kategori Hisfic Indonesia]

***

Dalam epik ini, kisah Amba dan Bhisma dalam Mahabharata bertaut (dan bertabrakan) dengan kisah hidup dua orang Indonesia dengan latar kekerasan tahun 1965.

Amba anak sulung seorang guru di Kadipura, Jawa Tengah. Ia meninggalkan kota kecilnya, belajar sastra Inggris di UGM dan bertunangan dengan Salwa Munir, seorang dosen ilmu pendidikan yang mencintainya. Pada suatu hari di Kediri, ia bertemu dengan Bhisma Rashad, seorang dokter muda lulusan Universitas Leipzig yang bekerja di sebuah rumah sakit.

Percintaan mereka yang intens terputus mendadak di tahun 1965, di tengah ketegangan dan kekerasan politik setelah Peristiwa G30S di Kediri dan Yogya.

Bhisma tiba-tiba hilang---ketika Amba hamil.

Beberapa tahun kemudian, setelah Amba menikah dengan seorang peneliti keturunan Jerman, datang kabar bahwa Bhisma meninggal. Ia meninggal di Pulau Buru.

Rupanya selama itu, sejak sebuah bentrokan di Yogya, Bhisma, dijebloskan dalam tahanan di Jawa, dan sejak akhir 1971 dibuang ke pulau itu, bersama 7000 orang yang dituduh 'komunis' oleh pemerintahan Suharto.

Amba, yang tak pernah berhenti mencintainya, datang ke pulau itu dengan ditemani seorang bekas tapol, seorang lelaki Ambon. Ia berhasil menemukan surat-surat Bhisma yang selama bertahun-tahun ditulisnya untuk dia—tetapi tak pernah dikirimkan, hanya disimpan di bawah sebatang pohon.

Dari surat-surat yang selama bertahun-tahun disembunyikan ini terungkap bukan saja kenangan kuat Bhisma tentang Amba, tetapi juga tentang pelbagai peristiwa—yang kejam dan yang mengharukan—dalam kehidupan para tahanan di kamp Pulau Buru.


Ibu Amba yang baik,
Sudah sejak lama saya berkeinginan membaca kisah Ibu, yang telah banyak dipuja-puja berbagai penikmat sastra tanah air sebelumnya. Kisah Ibu punya beberapa elemen penting dari sejarah negeri kita yang selalu membuat saya tertarik: Peristiwa Gerakan 30 September dan Pulau Buru. Ditambah lagi dengan 'selipan' kisah perwayangannya dan penyebutan bahwa Ibu adalah mahasiswa jurusan Sastra Inggris. Namun, baru di awal tahun ini akhirnya saya bisa membacanya, dan jujur saja, saya cukup terhentak meski baru sampai pada beberapa halaman pertama. Ibu mengalami percobaan pembunuhan di sebuah pulau jauh nan asing di sana, Pulau Buru, oleh seorang perempuan asli yang menusuk perut Ibu beberapa kali, namun Ibu malah ingin mencabut tuntutan atas perempuan itu karena Ibu merasa ia tidak bersalah? Aneh sekali, pikir saya. Entah memang hati Ibu begitu mulianya, atau ada hal lain yang tidak saya ketahui.

Ibu Amba yang baik,
Kemudian cerita bergulir ke awal mula, akar dari seluruh peristiwa dalam hidup Ibu. Darimana Ibu berasal (Kadipura), keluarga seperti apa yang membesarkan seorang Amba (Bapak seorang kepala sekolah yang arif, Ibu yang setia, dan dua adik kembar cantik calon-calon kembang desa, Ambika dan Ambalika), pribadi Amba remaja yang jelas kecerdasannya jauh melampaui umur sebenarnya, yang berkeinginan untuk memberontak dari tradisi, dari cerita Wayang yang berada di balik nama 'Amba' sendiri, dan keinginannya untuk studi Sastra Inggris di UGM, Yogya. Hingga ia akhirnya berkenalan dengan Dr Bhisma Rashad, hingga ia akhirnya menyeleweng dari sebuah hubungan yang begitu tulus dan memuliakan pemberian Salwa, hingga akhirnya ia memutuskan lari ke Jakarta, hingga akhirnya Ibu harus membesarkan anak tanpa kehadiran Ayah biologisnya...

Ibu Amba yang baik,
Sejujurnya kalau saya boleh bertanya, dorongan sebesar apa yang membuat Ibu sampai mau menyia-nyiakan cinta seorang Salwani Munir yang sudah sangat cukup? Mungkin bagi kita definisi cukup itu berbeda ya, Bu. Tapi dari apa yang saya baca, bahwa laki-laki yang dipilihkan oleh orangtua Ibu ini adalah seseorang yang berpendidikan, tegas, sayang dan dekat dengan keluarga Ibu, bahkan menganggap mereka sebagai keluarganya sendiri... Salwa juga sudah sangat menghormati posisi Ibu sebagai wanita, ia mencintai dengan tulus dan penuh pengertian, ia bahkan menghargai keinginan Ibu untuk tidak menikah sebelum sarjana, dan akhirnya mau berpisah selama ia tinggal di Surabaya dan Ibu  tetap di Yogya. Tapi kemudian, apa yang Ibu lakukan, di Kediri, Bu? Sungguh, yang seperti Salwani Munir itu pun belum cukup? Di titik ini, jujur, sulit sekali bagi saya untuk bisa bersimpati dengan Ibu. Dorongan sebesar apa yang membuat Ibu bisa memalingkan rasa hingga sebegitu rupa?

Ibu Amba yang baik,
Cinta Ibu pada seorang Bhisma Rashad, bagi saya, adalah cinta yang tidak jelas sebab-musababnya. Mungkin bagi beberapa orang, justru yang seperti itulah cinta sebenarnya, tapi saya sungguh sangat heran, apa yang begitu spesial dari laki-laki ini, Bu? Yang membuat Ibu rela menunggu bertahun-tahun, bahkan berani untuk datang ke Buru setelah berdekade-dekade lamanya tanpa kabar, petunjuk, atau apapun itu. Benar ia sebegitu menariknya, Bu? Apakah karena fisiknya, yang tinggi menjulang, rambutnya yang kecokelatan? Apakah karena profesinya, sebagai dokter, penolong berbagai jiwa manusia? Apakah jalan pikirannya, yang membuatnya banyak memiliki kenalan dan akhirnya terlibat banyak dalam kegiatan golongan kiri, hingga akhirnya ia ikut ditangkap dan diasingkan? Orang bilang bermain-main dengan 'bahaya' memang kadang lebih menyenangkan daripada hidup lempeng-lempeng saja. Saya rasanya hampir tidak pernah menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan apa tepatnya yang membuat Ibu begitu jatuh cintanya pada seorang Bhisma Rashad ini, kecuali bahwa ialah sosok yang membuat Ibu 'merasa hidup, sehidup-hidupnya'. Benar sesepele itu? Meskipun ia tidak pernah memperlakukan Ibu sebagai sosok yang spesial, bahkan memperkenalkan pada rekan-rekannya pun nama Ibu disebut begitu saja tanpa embel apa-apa, tapi kebetulan ia membuat Ibu merasa 'hidup', begitu?

Ibu Amba yang baik,
Maafkan kalau saya lancang, tetapi kadang saya pun bertanya-tanya sendiri, apa sebenarnya yang begitu spesial dari seorang Amba, hingga banyak laki-laki dengan mudahnya bisa tertarik pada Ibu? Rasanya mudah sekali bagi Ibu menarik perhatian dan mendapat cinta dari banyak pihak. Salwa, Bhisma, Adalhaerd, lalu Samuel.... Ketika usia Ibu tidak lagi muda, bahkan! Tetap saja!
Laki-laki itu, Bhisma, pernah mengatakan, "Wajahmu mengandung kesedihan sebuah kota," Lalu saya bertanya-tanya, apa kesedihan sebegitu agungnya? Sebegitu memesonakannya-kah ia, bagi yang melihatnya? Apakah mungkin itu jawaban mengapa orang seringkali berlama-lama melibatkan diri di dalamnya, sengaja tak ingin keluar, justru terus bersukarela menggulatkan diri dalam kesedihan itu sendiri, mengulang-ngulang masa yang telah lewat, menanti sesuatu yang tak pasti....

Ibu Amba yang baik,
Kisah Ibu ini, bagaimanapun tidak simpatinya, toh tetap bisa membuat saya kagum pada sosok Ibu. Penantian sekian tahun sungguh merupakan wujud keteguhan hati dan kesabaran tiada batas. Memang wanita kadang golongan yang paling misterius dan sulit dimengerti arah hatinya, ya, Bu. Saya agak kecewa, mungkin karena harapan akan sebuah kisah cinta yang benar menggugah tidak sepenuhnya terwujud. Dari sisi historicalpun, rasanya tidak banyak perspektif baru yang bisa didapat, terutama mengenai peristiwa Gerakan 30 September (padahal kisah ini punya potensi untuk menawarkan sudut pandang lain, sudut pandang sebenarnya dari pihak kiri). Untuk kejelasan tentang suasana di pengasingan Pulau Buru, jujur belum saya baca lebih lanjut, sehingga saya belum bisa berkomentar akan itu. Bisa jadi ekspektasi saya memang berlebih. Namun tetap, kisah ini sangat menarik untuk diikuti, penuh dengan rangkaian diksi yang kaya dan cukup membuai dengan kecantikannya, memaksa setiap pembaca untuk menaruh perhatian penuh dan menikmati dunia seorang 'Amba'. Bila harus dibandingkan dengan Pulang karya Laila S. Chudori, sebuah novel yang juga menyinggung peristiwa 1965, Pulang entah kenapa terasa lebih 'pop', dan lebih mudah dimengerti, namun kisah Ibu, tanpa ragu, punya daya tariknya sendiri. Terimakasih telah membuat kepercayaan Saya terhadap fiksi lokal bangkit kembali. Setelah sekian lama, akhirnya saya baca lagi satu karya berkualitas tinggi ciptaan penulis dalam negeri, dan dengan senang hati saya bisa katakan bahwa saya tidak menyesal.

Ibu Amba yang baik,
Kini sudah tiga tahun berlalu semenjak kisah Ibu selesai. Senang rasanya dapat mengenal Ibu, meskipun hanya melalui lembaran-lambaran kertas. Dimanapun Ibu kini berada dan bagaimanapun kondisinya, saya harap, kehidupan selalu menemukan Ibu dalam keadaan baik.


Penuh salam hormat dari Saya (yang juga seorang mahasiswi Sastra Inggris, mungkin lain kali kita bisa saling berdiskusi tentang berbagai puisi dan literatur menarik kesukaan kita ya Bu ;)),


9 comments:

  1. aku nggak suka buku ini, romancenya dikit banget, lebih suka Pulang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi, Kak Sulis rada mirip deh kayak aku, buku apapun yg penting harus ada unsur romance-nya yah x)
      Aku betenya bukan karena porsinya sedikit sih, tapi karena 'selingkuh'nya itu :|

      Delete
  2. aku suka banget pilihan diksi di buku ini. indahnya sampe klepek klepek. padahal alurnya lambaaat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaaa, penulisnya keren soal merangkai kata-katanya, bisaan banget <3
      Aku untungnya nggak masalah sih sama alur, bagian flashback-flashbacknya juga nggak bikin binging, palingan nggak nyaman kalo lagi asik 'diceritain' tiba-tiba ada cerita wayang yang 'nyelip' gitu aja, jadi fokusnya kepecah lagi, hehe

      Delete
  3. Ah... keren reviewnya. Saya tadinya mengharapkan latar belakang G30S-nya lebih dieksplor, tapi buku ini lebih kuat sama pencarian cintanya Amba

    ReplyDelete
  4. wuah jadi kepingin baca buku ini :)

    ReplyDelete
  5. = Maafkan kalau saya lancang, tetapi kadang saya pun bertanya-tanya sendiri, apa sebenarnya yang begitu spesial dari seorang Amba, hingga banyak laki-laki dengan mudahnya bisa tertarik pada Ibu? =

    iya pertanyaanku juga waktu baca buku ini :))

    ReplyDelete
  6. Penasaran dengan buku ini,.. :)

    ReplyDelete
  7. As the admin of this web site is working, no hesitation very shortly it will be famous, due to its
    quality contents.

    My blog post :: journals.fotki.com ()

    ReplyDelete

Thank you for reading this post! I always love to share and discuss thoughts about books or simply reading your comments; they are very much appreciated! I will try to reply every one of them so make sure to check back. ❤