April 29, 2014

Galila by Jessica Huwae


sebuah buku oleh Jessica Huwae
diterbitkan 17 Maret 2014 oleh Gramedia Pustaka Utama
Metropop/Drama/Romance
331 halaman
buku lain dari penulis: Skenario Remang-Remang, Soulmate.com
selesai dibaca 19 April 2014

***

Berusaha mengubur masa lalu dengan meniti karier hingga menjadi diva negeri ini, Galila justru dipaksa menghadapi kenangan itu lagi tepat ketika hidupnya mulai bahagia: Prestasi gemilang, nama tersohor, dan Eddie, pria yang ia cintai, akan menikahinya.

Ia pun kembali ke pulau asalnya jauh di timur Indonesia. Menyelami lagi jejak masa silam yang membentuk dirinya sekarang. Menengok kampung halaman yang sempat luluh lantak akibat kerusuhan antar agama. Bertanya pada diri sendiri, apakah perempuan tanpa nama belakang dan masa lalu seperti dirinya masih memiliki masa depan?

"Galila."
"Hanya Galila?"
"Tanpa nama belakang."

Pernahkah kamu belajar dari batu karang?

Galila, si gadis tanpa nama belakang, berasal dari kota kecil di Pulau Saparua sana, nun jauh di timur Indonesia. Kisah hidupnya pelik. Setelah mengalami kejadian tidak menyenangkan bertubi-tubi dalam hidupnya, mulai dari ayah yang abstain dan ibu yang tidak menaruh banyak perhatian, lalu serangkaian peristiwa lain yang berusaha ia tutupi erat-erat, Galila mencoba peruntungan dengan mendaftar audisi Indonesia Mencari Diva. Tak disangka, ia berhasil di Jakarta. Setelah jadi pemenang, Galila membuat gebrakan-gebrakan baru dalam dunia entertainmen. Untuk menghadapi dunia penuh persaingan yang sengit ini, citra Galila dibangun sedemikian rupa oleh pihak manajemennya, dengan sangat hati-hati, sehingga ia dinilai sebagai bintang baru yang jauh dari berita-berita tak enak. Ia berusaha menutup kehidupan pribadinya rapat-rapat. Namun pada akhirnya masa lalu itu mengejarnya juga....

Galila adalah buku dari Jessica Huwae pertama yang aku baca. Cover depan hasil karya Riesma Prawesti yang lumayan catchy bikin aku tertarik membelinya di acara Kompas Gramedia Fair kemarin. Secara keseluruhan, Galila merupakan kisah solid yang cukup menarik, dibangun dengan narasi-narasi panjang, deskripsi mendetail, dan konflik silih berganti. Rangkaian kejadian dalam hidup Galila tidak diceritakan secara kronologis dalam runut maju, melainkan berupa flashback-flashback yang secara rapi diungkap satu persatu. Cerita dibawakan melalui sudut pandang orang ketiga, permainan diksinya menarik, hampir lirikal dan berima, meskipun seringkali panjangnya narasi bisa bikin agak 'kelelahan' bacanya.

Sinopsis di belakang buku menurutku bisa agak 'menipu', nih. Tadinya kupikir cerita Galila ini akan menaruh lebih banyak porsi pada bagian dimana Galila kembali ke kampung halaman guna menenangkan diri dari berbagai masalah yang menimpanya di Ibukota, namun ternyata tidak. Bagian itu justru rasanya sedikit banget, yang bikin aku merasa penyelesaian konflik disini agak terburu-buru. Sebagian besar kisah Galila justru terfokus pada jalan karirnya menjadi bintang ternama dan masalah-masalah seputar hubungan percintaannya dengan Eddie, putra seorang pengusaha. Untungnya, semua ini diungkapkan dengan cara yang enak, menarik dan mengalir, jadi bukan suatu masalah.

Lewat kisah cinta Galila dengan Eddie, Jessica Huwae juga menampilkan konflik tentang budaya dan hubungan keluarga. Edward Hamonangan Silitonga berasal dari keluarga Batak yang masih memegang teguh adat dan usaha melestarikan garis keturunan keluarga. Adalah mama Eddie, Hana Silitonga, yang secara tegas tidak menyetujui hubungan anaknya dengan Galila. Selain tidak separibanan, Galila pun dicurigai karena asal-usulnya yang tidak jelas. Ditambah lagi profesinya sebagai artis yang berarti hilangnya privasi Galila dan juga orang-orang yang terlibat dalam kehidupannya. Mati-matian Hana berusaha menghalangi niat Eddie untuk melamar Galila. Mulai dari menjodohkan anaknya itu dengan perempuan lain, hingga menyewa orang untuk mengorek masa lalu Galila dan menjauhkannya dari Eddie. Mati-matian pula Eddie berusaha memberontak dari kungkungan mamanya itu. Seumur hidup, Eddie merasa seolah bukan manusia bebas yang berhak atas kehidupannya sendiri, karena segala sesuatu sudah diatur oleh kedua orangtuanya. Ia hanyalah 'boneka' yang harus mematuhi segala perintah orangtua. Disini, keinginan Eddie untuk berbakti pada orangtua yang telah mengurus sejak kecil bertabrakan dengan haknya sendiri untuk menikmati hidup seperti yang ia mau.

“Aku cuma mau bilang, kamu adalah sebentuk kebahagiaan yang selama ini aku cari dan akan terus aku perjuangkan. Kebahagiaan adalah cita-cita.” 

Kagum rasanya sama karakter Galila yang diciptakan oleh Jessica Huwae. Pada awalnya, aku sempet ngerasa Galila ini kurang bisa menunjukkan emosi, karena apapun yang terjadi, mulai dari pemberitaan aneh di media sampai omongan tidak enak dari orangtua Eddie, Galila nggak terasa begitu panik ataupun terganggu. Sedihnya tidak terasa benar-benar sedih, marahnya tidak terasa benar-benar marah. Mungkin banyaknya narasi dan minimnya dialog yang ngebuat dia seolah kurang ekspresif? Atau mungkin... Segala pengalamannya dalam menghadapi kejadian-kejadian buruk yang menimpanya saat masih di Saparua sana telah menempa Galila menjadi orang yang kuat, tegar dan tidak gampang 'patah' saat terkena masalah. Rangkaian tragedi yang harus ia jalani di usia yang masih muda banget itulah yang membentuknya jadi seorang Galila, sang diva yang sekarang ini. Pembawaannya tenang, profesional, tekun dalam bekerja. Ia tidak memperoleh kesuksesan melalui cara-cara yang tidak enak, dengan menjatuhkan orang lain, misalnya. Bukti kekuatan perempuan yang luar biasa tercermin dari diri Galila. Dirinya bisa dianalogikan serupa sebuah batu karang (seperti disinggung penulis di bagian paling akhir cerita), yang meski telah berulang kali diserang 'gelombang' tetap mampu berdiri tegak. Pada akhirnya, Galila bisa membuat segala musibah dalam hidupnya menjadi kekuatan baru yang menghasilkan sosok yang lebih baik di masa depan, meskipun ia tetap butuh menenangkan diri dari 'ganas'nya Jakarta sesekali waktu.

Pada intinya, kisah Galila karya Jessica Huwae ini enak, menyenangkan dan layak dibaca. Secara keseluruhan bagus, meski tidak tanpa kekurangan. Unsur-unsur metropopnya masih kental, terutama dari sisi kehidupan Galila sebagai artis ibukota, diselingi dengan beberapa topik dan konflik yang lebih serius. Banyak kata-katanya yang mengena dan bikin 'deg' sendiri, hihi. Beberapa typos ada dalam buku (meiliki, kecang), tapi nggak begitu seringnya hingga bisa mengganggu keasyikan baca cerita kok. Di beberapa bagian, ceritanya bisa memancing kita untuk merefleksi kehidupan sendiri. Karakter Galila yang tangguh dan tenang juga merupakan contoh baik bagi perempuan, jadi nggak salah kalau aku pilih buku ini untuk posting bareng BBI dengan tema 'Perempuan' :)

“Hidup, sepahit apa pun, harus tetap punya mimpi. Setiap orang harus punya sesuatu untuk dia kejar setiap hari. Masalah akhirnya tercapai atau tidak, itu urusan nanti…”


Have fun and read some more,

8 comments:

  1. Suka banget liat covernya... jadi pengen baca juga ^_^
    thanks yaa, Tirta :)

    ReplyDelete
  2. Endingnya kurang panjang..... hihi

    ReplyDelete
  3. Wah.. kemarin baca review dinoy tentang galila dan komennya sama juga, penyelesaian buru2 dan bagian yg galila pulang kampung juga terlalu basa basi :D meski gitu aku cukup penasaran dengan penggambaran adat batak di buku ini karna mamaku juga batak yg memberontak dan merit sama orang cina :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Weleh, kalo pengalamannya familiar sm kehidupan pribadi jd gampang relate ya Mbak hehe, penggambaran adat Bataknya lumayan kentel sih terutama yg berkaitan sm hubungan dlm keluarga & pernikahan gitu :)

      Delete
  4. Aihh.. suka deh baca ulasannya. Aku juga udah meresensi Galila tapi baca ini jadi berasa lebih "lengkap". :) Setuju di bagian narasi yang panjang dan juga bagian kepulangannya ke Ambon terlalu sedikit. :)

    ReplyDelete

Thank you for reading this post! I always love to share and discuss thoughts about books or simply reading your comments; they are very much appreciated! I will try to reply every one of them so make sure to check back. ❤